Jumat, 04 Desember 2009

FiLm DoKuMeNTeR BeRMaSa DePan CeRaH

Ada anggapan yang dapat digeneralisir bahwa film dokumenter melulu berkaitan dengan masa lalu, dengan sejarah, dan hal-hal yang berbau kuno-yang membosankan. Jikapun film-film Discovery Channel cukup mendapat tempat sebagai acara televisi, adakah formatnya sebagai film dokumenter terperhatikan oleh penonton kita?

Fred Wibowo bisa jadi sedikit diantara tokoh perfilman dokumenter Indonesia yang menonjol. Awal karir Fred Wibowo dimulai tahun 1985 sebagai kameramen, hingga akhirnya menjadi sutradara. Tahun 1991 meraih penghargaan Special Award dari Prix Futura Berlin lewat filmnya yang berjudul Learning from Borobudur. Tahun 1992 meraih tiga penghargaan dari ajang festival internasional. Selain itu, berbagai penghargaan lain juga pernah didapatkannya, salah satunya lewat film Farmers Laboratory memperoleh Special Award dari USA.

Ada anggapan yang dapat digeneralisir bahwa film dokumenter melulu berkaitan dengan masa lalu, dengan sejarah, dan hal-hal yang berbau kuno-yang membosankan. Jikapun film-film Discovery Channel cukup mendapat tempat sebagai acara televisi, adakah formatnya sebagai film dokumenter terperhatikan oleh penonton kita?

Salah satu hal yang menarik perhatian penonton televisi adalah acara yang dapat menampilkan sesuatu yang sesuai dengan aslinya, yang tidak direkayasa. Entah itu kisah tentang mahluk hidup, kebudayaan masyarakat di pedalaman, atau apa saja yang ada dalam kehidupan. Dokumenter bisa jadi sangat aktual, karena digali dari sesuatu yang digali dari hal-hal yang baru. Karena itu, maka film dokumenter tidak bisa didramatisir seenaknya.

Keadaan perfilman yang sempat terhenti berbareng dengan krisisnya ekonomi juga membuat film dokumenter sulit berkembang, sehingga para sineas muda berusaha membuat film dengan biaya produksi rendah. Tentunya sulit menampilkan sebuah film yang menarik dengan biaya produksi yang rendah. Pun, masyarakat yang sudah jenuh dengan 'serba-kesederhanaan' ini lebih memilih tontonan yang menjual mimpi semacam sinetron-sinetron lokal di stasiun televisi swasta kita. Hal ini menjadi tantangan bagi para pembuat film dokumenter, walaupun pembuatannya telah dikemas semenarik mungkin, mengapa film dokumenter tetap belum bisa mendapat tempat yang selayaknya?

Film dokumenter lebih banyak bersifat non-profit oriented. Sementara ini, sebagian besar film dokumenter tidak banyak diarahkan untuk tayangan stasiun televisi lokal, tapi terutama ditujukan ke ajang internasional. Melalui festival-festival internasional, diharapkan akan berkembang pengalaman dan wawasan para pembuat film dokumenter. Jika nantinya film dokumenter mendapatkan jam tayang utama (prime time) di televisi lokal, para kreator lokal ini juga bisa menyuguhkan tontonan yang variatif, edukatif, sekaligus menghibur dan diminati penonton.

Antusiasme penonton pada tayangan Discovery Channel merupakan indikator untuk film dokumenter di masa mendatang. Suatu saat akan sampai pada masa di mana media ekspresi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk film cerita saja yang mendapat tempat dalam dunia pertelevisian, tapi film dokumenter juga mendapat tempat di hati pemirsa. Tidak mustahil apabila nantinya terbuka program-program televisi yang memberi ruang bagi film dokumenter, tentu dengan kualitas yang secara profesional tetap dijaga.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda

<data:blog.pageTitle/>

/ / (1) ()

,